Arsip Kategori: Pustaka Alvabet

Review Buku Tentang Seorang Pencuri Buku Langka yang Rela Dipenjara Demi Koleksinya

Title: The Human Who Loved Books Too Much. Kisah Nyata Tentang Nyata Seorang Pencuri, Detektif, dan Obsesi pada Kesusasteraan.
Author: Allison Hoover Bartlett
Translator: Lulu Fitri Rahman
Publisher: Pustaka Alvabet
Published: 2010 (Indonesia)
Page: 282
ISBN: 978-979-3064-819
More Info: Goodreads

Saya pertama kali melihat buku ini dan memegangnya di perpustakaan terbaik favorit saya. Membacanya di bagian sampul dan langsung tertarik untuk segera meminjamnya. Buku ini sudah lima kali saya pinjam. Empat kali awalnya saya hanya meminjamnya saja, tidak lantas membacanya. Baru seminggu terakhir ini saya ada waktu luang untuk merampungkannya.

Allison Hoover Bartlett menulis buku ini untuk menunjukkan pada dunia bahwa ada kisah-kisah lain yang perlu diceritakan di balik sebuah benda yang bernama ‘buku’. Perjalanannya ke San Fransisco, New York, dan kota-kota besar lainnya tujuannya hanya satu, mengumpulkan kisah-kisah dari berbagai agen buku langka dan merangkainya menjadi buku ini.

Di dalam buku ini kita diajak untuk mengenal John Gilkey, seorang pencuri buku yang berpengalaman. Dia habiskan masa-masa hidupnya untuk mengoleksi buku-buku langka. Namun sayang, caranya tidak sesuai aturan. Dia mengoleksi buku langka dengan menipu para agen buku langka. Berbekal kartu kredit dan cek kosong dia mengulang-ngulang prakteknya dan selalu berhasil. Tidak selalu. Beberapa kali ia ketahuan dan dijebak untuk kemudian dijebloskan ke penjara.

Jika suatu hukum atau sistem dipandang tidak adil, maka untuk meruntuhkannya atau menentangnya, tidaklah salah“. -Nietzche.

Petikan di atas menjadi salah satu dasar mengapa Gilkey membenarkan perbuatannya. Ia merasa dicurangi kehidupan. Orang-orang berbuat tidak adil padanya. Orang-orang itu (para agen dan kolektor) diberi kekayaan untuk membeli buku-buku langka sesuai keinginannya. Berapapun harganya mereka mampu membayarnya. Sedang Gilkey, ia tidak mampu membeli buku-buku favoritnya. Padahal ia sangat ingin memilikinya dan ingin menunjukkan pada orang-orang bahwa ia bisa mengoleksi buku-buku langka itu (pamer).

Gilkey mencintai buku sebagaimana Ken Sanders mencintai buku-buku itu. Mereka berdua seorang bibliomania sejati. Gilkey berperan sebagai tokoh antagonis (padahal kisah ini nyata) dan Sanders memerankan tokoh protagonis yang menyelamatkan buku-buku langka dari tangan pencuri.

Sanders, pemilik toko buku ‘Sanders Rare Books’ yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Keamanan ABAA (Asosiasi Pedagang Buku Antik Amerika) sangat geram dan marah pada perbuatan Gilkey atas rekan-rekannya di ABAA. Sanders memperkirakan buku-buku yang selama ini dicuri Gilkey mencapai nilai jutaan dollar. Maka dari itu ia selalu waspada dan setiap ada kabar pencurian salah satu buku langka ia cekatan untuk mengabarkannya ke seluruh anggota ABAA melalui email.

Sanders berperan penting dalam kisah ini. Ambisinya untuk memenjarakan Gilkey didasari pada kecintaannya terhadap buku-buku langka. Saat beberapa kali menjebak Gilkey dalam sebuah pencurian buku, Sanders lah yang berkoordinasi dengan para detektif dari kepolisian. Ia juga bersikeras untuk menyeret Gilkey ke pengadilan dan menjatuhinya dengan hukuman yang berat. Padahal faktanya pencurian buku tidak terlalu menjadi perhatian khusus bagi aparat keamanan di Amerika waktu itu.

Mengagumkan. Satu kata bagi mereka berdua yang ingin saya tuliskan. Gilkey seorang kriminal yang rela menukar kebebasannya hanya untuk memiliki buku-buku. Sanders mengabdikan diri sebagai detektif buku langka untuk menangkap para pencuri yang mencoba merugikan para agen buku langka. Keduanya mempunyai ambisi yang mengagumkan. Hanya demi sebuah benda yang bernama ‘buku’ dalam buku ini dikisahkan berbagai hal ditempuh dan dilalui. Tentu terlepas dari isi buku dan muatannya.

Penulis juga seorang pecinta buku, Bartlett menjelaskannya di salah satu lembar buku ini. Tetapi kecintaanya tidak seserius Gilkey dan Sanders. Penulis menceritakan kisah ini karena didorong rasa kagumnya terhadap para pecinta buku langka. Yang tidak hanya sebatas cinta buku tetapi mereka mengoleksinya dari segi tahun cetaknya, kertasnya, sampulnya, bahkan kulit sampul yang membungkus buku itu.

Dalam buku ini ada beberapa judul buku yang disinggung dan dikatakan menarik. Buku-buku tersebut seperti The invisible man karya H. G. Wells, Ulysses karya James Joyce, Terra Nostra karya Carlos Fuentes, A Room of One’s Own karya Virginia Woolf, Lolita karya Vladimir nabokov, The human comedy karya William Saroyan, dan George Orwel yang menulis buku 1984. Masih banyak lagi judul buku yang tidak bisa saya tuliskan. Termasuk Harry Potter cetakan pertama juga diceritakan dalam buku ini.

Mengetahui judul buku-buku di atas ingin rasanya saya bisa membaca semuanya. Merasakan ketertarikan yang sama dengan Gilkey ataupun Bartlett atas cerita-cerita dan inspirasi yang keluar dari buku-buku tersebut.

Akhirnya, buku ini saya rekomendasikan bagi para pecinta buku yang ingin mengetahui bahwa cerita di balik sebuah buku begitu mempesona dan tentu saja ada kriminalnya. Kisah nyata dalam buku ini menggambarkan bahwa hukuman seberat apapun hampir tidak berdaya dalam mengecilkan kejahatan nafsu. Nafsu memiliki buku langka. Nafsu ingin mengoleksinya. Nafsu ingin dikagumi. Nafsu ingin terpandang dan terpelajar. Nafsu seperti apa yang telah digambarkan pada diri Gilkey.

#OktoberRain