Title: Sirkus Pohon
Author: Andrea Hirata
Publisher: Bentang Pustaka
Published: 2017
Page: 383 p
ISBN: 978 602 291 4099
“Kalau sudah cinta, menunggu dan rindu adalah bagian yang harus diterima.”
Begitulah inti dari kisah Sirkus Pohon, buku yang fenomenal dan membuat pembacanya limbung bersama tokoh dan ceritanya. Kita akan berkenalan dengan Hobri, pemeran utama sekaligus pencerita yang akan membawa kita dari awal halaman sampai cover belakang buku. Kita akan membaca kisah senangnya, sedihnya, kisah cintanya dengan Dinda, semangatnya dalam bekerja, dan banyak lagi.
Hobri adalah nama panggilan. Nama sebenarnya adalah Sobri bin Sobirinuddin. Laki-laki setengah baya yang mengarungi kehidupan di kampung kecilnya. Keberuntungan tidak selalu di pihaknya. Keluarganya -terutama adik perempuannya- selalu memarahinya karena kerjanya yang hanya serabutan tidak jelas. Gaji tidak sepadan dan banyak umpatan yang tidak bisa ditulis di sini.
“Carilah kerja yang tetap boi. Yang ada absennya setiap pagi. Pakai seragam. Pakai sepatu mengkilap. Ada mandornya. Ada cuti setiap tahunnya. Ada liburnya. Kalau malas ada yang memarahimu.” Kurang lebih seperti itu.
Namun sayang, ijazah Hobri hanya sebatas SMP sedangkan kebanyakan pekerjaan mencantumkan ijazah SMA sebagai syarat utama diterimanya kerja. Hingga suatu hari pertemuannya dengan Dinda membangunkan semangatnya untuk tidak lelah mencari pekerjaan. Semangatnya setinggi langit dalam hal ini. Karena Dinda mensyaratkan harus punya pekerjaan tetap untuk bisa melamarnya.
Sirkus menjadi tempat melabuhnya diri Hobri dalam berselancar mencari pekerjaan. Karena syaratnya tak neko-neko dan mudah untuk dipenuhi. Asalkan jujur, ulet, dan pekerja keras. Hobri menjadi badut yang menghibur penonton di sirkus tersebut.
Meskipun sudah mempunyai pekerjaan yang tetap, usahanya untuk melamar Dinda masih terkendala oleh sesuatu yang tak bisa didefinisikan oleh akal sehat. Dinda linglung. Diam seribu bahasa. Jati dirinya lenyap tak ada yang tahu. Berdiam diri di rumah dan tak diperbolehkan oleh keluarganya keluar rumah.
Hobri terpukul. Dia kalap dalam segala hal. Separoh jiwanya telah linglung dan tak lagi mengenalnya. Hatinya telah tertambat dalam diri Dinda. Ia sudah tak bisa lagi mencintai yang lain. Dinda satu-satunya harapan hidupnya. Ibu dari anak-anaknya. Penghias rumah dan keluarganya.
Tapi tenang, di akhir cerita Hobri akan menemui kebahagiaannya sendiri. Dengan semboyan ‘Sekali Cinta Tetap Cinta’, keajaiban menghampiri hubungan Hobri dan Dinda. Kerja kerasnya menunggu Dinda terbayar lunas. Tentu saja dengan intrik-intrik seru yang Hobri lalui selama menunggu Dinda.
Selain cerita di atas, kita akan berkenalan dengan Tara dan Tegar. Dua bocah yang jatuh cinta karena perceraian masing-masing orang tuanya. Mereka dipertemukan di Pengadilan Agama Kota Kabupaten. Dari perantara sebuah kejadian yang tak bisa dilupakan Tara, Tegar menjadi Pembela yang nantinya menjadi 96 lukisan wajah yang menghantui Tara tahun demi tahun. Si Pembela begitu sebutan yang dipakai Tara untuk menggambarkan nama sketsa wajah Tegar waktu kecil hingga prediksinya saat dewasa.
Percintaan yang rumit antara Tegar dan Tara, tapi membuat gelisah tersendiri bagi pembacanya. Mereka sama-sama mencintai sejak pertama kali bertemu di kantor Pengadilan Agama. Menginjak dewasa mereka masih menyimpan rasa itu untuk sama-sama saling menemukan. Berbagai cara dan upaya telah dilakukan oleh masing-masing pihak. Dari hal yang masuk akal sampai hal yang konyol dilakukan. Tapi apa daya, Tuhan selalu punya cerita lain di baliknya.
Cinta akan datang pada mereka yang berjodoh.
Akhirnya Tara dan Tegar dipertemukan dalam Sirkus yang dikelola Tara. Pertemuan pertama Tara belum tahu bahwa Tegar adalah si Pembela yang ia cari mati-matian saat SMP dan SMA. Pun juga sebaliknya dari sisi Tegar.
Menurut saya dua kisah cinta di atas lebih seru apa yang telah dilalui oleh Tara dan Tegar. Karena masing-masing saling berusaha untuk menemukan satu sama lain. Masing-masing punya keinginan kuat untuk menemukan yang lainnya. Dan itu didasari oleh cinta dan rindu.
Sedang kisah Hobri adalah kisah perjuangan oleh seorang laki-laki yang jatuh cinta pada seorang perempuan. Ada perjuangan yang sangat dominan yang dilakukan oleh Hobri. Dia rela mengorbankan apa saja dan melakukan apa saja demi perempuannya, Dinda. Kisah cinta Hobri adalah kisah cinta seorang laki-laki yang sangat-sangat tulus. Ia mencintai dengan seluruh jiwa raga. Ia mencintai tanpa mengerti apa arti sebuah keluarga. Ia mencintai hanya untuk Dinda. Hobri adalah panutan dalam memperjuangkan sebuah cinta.
Seperti buku-buku yang lain Andrea Hirata selalu menyelipkan humor dan kisah konyol di dalamnya. Dalam buku ini saya bisa menyimpulkan bahwa dari hampir kesemua buku Andrea Hirata adalah tentang Kesetiaan seorang laki-laki dalam mencintai pasangannya. Entah itu perempuannya menerima atau menolak cinta yang diberikan. Hal itu bisa dibaca di tetralogi Laskar Pelangi, Ayah, dan Sirkus Pohon ini.
Sudah itu saja dari saya. Di akhir review ini saya mau mengutip satu pantun dari buku ini di halaman 296.
Anak dara pandai berlagu; Sembunyi malu di balik pintu
Duduk bersila ku di depanmu; Ingin ku dengar kisah-kisahmu.