Arsip Kategori: Tak Berkategori

Merampas Kesadaran.

Bangun tidur/
Sebelum mandi/
Sarapan/
Perjalanan kerja/
Sepanjang perjalanan/
Duduk/
Berdiri/
Di sela-sela pembicaraan/
Pada jam istirahat/
Selesai salam,…/
Pada jeda badan yang letih/
Pada kalut otak yang buntu/
Pulang kerja/
Sebelum tidur.
Pada pintu mimpi yang dibangun.

Dia atau dia yang merampas kesadaranmu?

Iklan

Memperpanjang SIM C di Yogyakarta. Padahal Saya dari Luar Jogja. Tapi Bisa Kok.

Bagaimana sih prosedurnya memperpanjang Surat Izin Mengemudi (SIM) C di luar kota?

foto sim

Di tulisan ini saya mau bercerita sedikit mengenai pengalaman ketika memperpanjang SIM (Surat Izin Mengemudi) C di luar daerah. Dalam hal ini saya bukan asli orang jogja, pun SIM C saya dulunya juga buatnya tidak di Jogja, melainkan di Blora. Tapi karena memang detik-detik masa berlaku SIM C saya kemarin mau hangus, mau tidak mau saya harus memperpanjangnya di Jogja. Bisa sih pulang kampung dan mengurusnya di Blora, tapi saya kira itu akan memakan waktu yang lama serta tenaga yang lumayan.

Jadi teman-teman harus teliti mengenai masa berlaku SIM C kalian ya, jangan sampai telat satu hari pun. Karena jika terlanjur telat satu hari, teman-teman diharuskan membuatnya dari awal alias harus mengikuti rangkaian test dan juga praktek naik kendaraannya. Kabarnya sih sekarang mengerikan. Artinya banyak yang tidak lulus, khususnya yang emak-emak dan mbak-mbak. Hehe.

Yang perlu diperhatikan di sini adalah kita baru bisa memperpanjang SIM C itu jika sudah memasuki 2 minggu atau 14 hari dari tanggal hangus SIM C kita. Gampangnya, jika SIM C kita habis masa berlakunya di tanggal 14, maka kita baru bisa mengurus perpanjangannya setelah memasuki tanggal 1 di bulan yang sama. Kita juga masih bisa mengurusnya di tanggal jatuh tempo SIM C kita, asalkan tidak jatuh di hari libur. Jika demikian pastikan mengurusnya sebelum hari H, karena tidak ada tambahan hari meskipun jatuh temponya hari libur (Minggu atau Hari Besar lainnya).

Sekarang kita beralih ke Satpas SIM Polres Kota Jogja. Jika kita berasal dari luar kota Jogja, pastikan kita berangkat lebih pagi. Kemarin saya berangkat pukul 7 pagi. Memang saya wanti-wanti untuk berangkat pagi. Apalagi kemarin Hari Senin, pastinya ramai juga yang mau mengurus SIM C.

Sebelum kita mengurus Surat Keterangan Sehat (SKS) -persayaratan wajib pembuatan dan perpanjangan SIM- kita pastikan dulu bahwa SIM C kita sudah terdaftar secara online. Jadi kalau sudah terdaftar online kita bisa mengurusnya di daerah mana saja, sesuai tempat tinggal kita.

Caranya yaitu menanyakan langsung kepada petugas yang ada di kantor Satpas Jogja dengan menunjukkan SIM C asli kita. Nanti petugasnya akan memberitahukan bahwasanya SIM C kita bisa diperpanjang di Jogja atau tidak. Jangan lupa bawa fotocopy SIM C kita 2 lembar supaya mendapat stempel dari petugasnya. Kalau sudah distempel berarti kita sudah bisa mengurus SKS di dokter yang sudah ditunjuk oleh Satpas Kota Jogja.

Oh ya, saya berangkat pagi itu, tentunya kantor Satpas dan kantor praktek dokter untuk membuat SKS belum buka. Jadi saya tetep parkir di depan kantor prakter dokternya untuk mengumpulkan KTP yang nantinya akan diganti dengan nomor antrian.

Waktu itu saya mendapatkan nomer antrian 26, padahal sudah berangkat lumayan pagi, tapi tetep saja kalah pagi sama yang lainnya. Saya pikir nomer antrian 26 itu nantinya bakal agak siangan nanganinya, tidak tahunya pukul 09.00 saya sudah mendapatkan SKS. Mantap djiwa.

Trik saya kemarin itu mengambil antrian pembuatan SKS terlebih dahulu, baru bertanya kepada petugas dan mendapatkan stempel di fotocopyan SIM C saya. Fotocopyan inilah yang nantinya kita perlihatkan ke petugas dokter prakteknya beserta KTP asli bahwa kita bisa mengurus SIM C di kota Jogja.

Biaya untuk mengurus SKS sebesar 25.000 rupiah.

Setelah kita mendapatkan SKS, selanjutnya difotocopy di jalur masuk menuju kantor Satpas, ada di samping kiri jalan. Nanti di sana juga akan disuruh beli map untuk memudahkan file-file yang akan kita kumpulkan.

Setelah selesai, kita kasihkan map yang berisi SKS, SIM C asli, beserta fotocopyannya kepada petugas yang ada di kantor Satpas. Nanti dari sana akan diarahkan untuk mengisi formulir dan bayar-bayarnya.

Biayanya kemarin untuk memperpanjang SIM C sebesar 75.000 plus iuran PMI 5.000 totalnya 80.000. Igatan saya bagus kalau masalah uang. Hehe.

Setelah itu kita akan diarahkan ke ruang tunggu untuk pengambilan foto. Ya sambil menunggu giliran untuk difoto, kita bisa mengakses wifi gratisnya Satpas. Lumayan untuk membuka Twitter dan sesekali buka Youtube, kali aja MLI ada video baru. Hehe.

Kisaran pukul 10.00 WIB urusan perpanjang SIM C di Satpas Kota Jogja selesai. Berangkat pukul 7 dan pulang pukul 10. Alhamdulillah 3 jam sudah selesai. Ini jika saya perjalanan pulang ke Blora, hitungan 3 jam itu baru sampai di perjalanan Solo menuju Grobogan. Masih kurang 2 jam lagi untuk sampai rumah dan dilanjutkan menunggu hari berikutnya untuk mulai pengurusan SIM C. Membayangkannya saja sudah melelahkan ya. Huft.

Oh ya, jangan lupa untuk mempersiapkan uang tambahan atas kebutuhan yang tidak terduga. Mulai bayar parkir, biaya photocopy, biaya beli lotek dan es teh karena antrian pembuatan SKS lama dan lain sebagainya.

Intinya persyaratan yang wajib di bawa ketika mau mengurus SIM C itu berupa.
1. SIM C asli
2. KTP asli
3. Photocopy KTP 2 lembar
4. Bangun pagi.

Sekian tulisan saya kali ini. Semoga bisa menambah referensi kalian yang masih mamang atau ragu bagaimana sih tatacaranya memperpanjang SIM C di luar kota atau luar daerah itu. Ya dengan cerita saya kelihatannya semua daerah prosedurnya sebelas duabelas lah dengan cerita saya di atas. Maka dari itu karena kemarin saya agak kesulitan mencari artikel yang membahasnya, semoga tulisan saya ini bermanfaat. Byebye,

Sepenggal Cerita dari Negeri Seribu Masjid

maroko post card
credit dari kimkimdotcom

Malam ini saya masih menekuri sepenggal cerita yang baru saja saya terima sore tadi. Cerita dalam selembar kartu pos, dengan dua perangko bergambar wajah seorang lelaki tampan berumur setengah abad, dengan ada kata ‘Royaume Du Maroc’ di bawahnya. Saya tahu kartu pos ini berangkat dari salah satu tempat di Marokko sana. Di baliknya terdapat sebuah foto ‘Marrakech City Centre’ lengkap dengan keriuhan orang-orangnya, saya mengetahui ini karena pengirimnya alias dia mendiskripsikan dalam ceritanya.

Kata demi kata saya terjemahkan dengan bahasa sendiri. Bahasa nenek moyang saya. Ditemani secangkir kopi dan seorang teman yang sedang rebahan sambil sibuk memainkan gamenya.

“Kau tahu, tidak semua orang menikmati momen seperti ini. Secangkir kopi, sepenggal cerita, sepoi angin di luar sana, ramainya jalanan, dan khusuknya para pembaca ayat-ayat suci Tuhan di masjid-masjid dekat kamar saya. Dan ketika kau mulai membacanya, seolah-olah kau bertemu penulis cerita dan bersama-sama mengarungi kisahnya. Menawan bukan.”

Dia bercerita bahwa kali ini dia melakukan perjalanannya ke Marokko, yang ia sebut sebagai negara dengan seribu masjid, dengan muslim sebagai penduduk terbesarnya. Sampai di sini saya berpikir, bahwa Indonesia layak mendapatkan gelar negara dengan berjuta masjid. Berjuta-juta masjid dan musholla. Pun dengan penduduk yang mayoritasnya muslim. Benar bukan?

Kisahnya dilanjutkan dengan sebuah pertanyaan, ‘Kamu mungkin berpikir bahwa selama perjalanan ini saya mudah dalam menjalankan ibadah sholat kan?’ Dan dia jawab dengan ‘tidak demikian’. Dia bercerita bahwa meskipun negara itu mayoritasnya muslim, dia masih mendapatkan perlakuan yang dia anggap sedikit diskriminatif.

Alasannya karena pakaian yang dia kenakan masih kurang panjang dan belum menutupi seluruhnya layaknya ukhti-ukhti kalau di Indonesia. Padahal dia sudah menggunakan jilbab dan pakaian yang tertutup. Sopan lah bahasa manisnya.

Saya sela dengan seruputan kopi yang sudah dingin ini. Satu gelas yang dinikmati berdua. Saya lihat dalam cangkir sudah tampak ampas kopi yang hitam pekat. Mungkin ini pertanda bahwa kisahnya memang sepenggal itu, dan cerita yang saya bagikan juga sebatas ini.

Saya ingin bilang ke dia, bahwa yang sedang dia alami di sana, kini di Indonesia di beberapa tempat yang red tidak mau saya sebut, sudah mulai ada praktek-praktek demikian. Bahwa yang mau masuk ke masjid harus hijrah dulu dalam berpakaian. Harus menggunakan jilbab dll. Malah dengan jelas di pintu gerbang masuk masjid ada tulisan ‘kawasan wajib berjilbab dan berpakaian sopan’.

Ah saya tak mau mengomentari lebih lanjut soal itu.

Di akhir cerita yang dia tulis, dia melontarkan sebuah pertanyaan, ‘Kamu juga berpikir bahwa pada dasarnya masjid harus bisa menerima semuanya bukan?’

Jawaban saya. Ya, seharusnya memang demikian. Masjid adalah tempat ibadah siapa saja yang beragama muslim. Mereka berhak bercumbu ria dengan Tuhannya dan memuji kekasih-Nya di masjid itu. Seharusnya tidak ada oknum yang berkepentingan mewajibkan ini itu di dalamnya. Selagi muslimnya tahu aturan dan tidak bertindak negatif.

Kecuali memang masjid yang dari awal dibangun untuk kepentingan kelompok tertentu, dan kelompok tertentu yang ingin mengubah sebuah masjid yang sudah sesuai pada dasarnya.

Kelihatannya malam sudah semakin larut. Suara-suara orang mengaji juga sudah mulai berhenti. Jalanan juga kedengaran hanya beberapa suara kendaraan yang lalu lalang. Beberapa teman di bawah sudah pada tidur, tapi teman yang menemani saya mengulas cerita ini masih sibuk dengan gamenya. Saya lihat sudah berbatang-batang rokok yang dinikmatinya. Pantas saja kopi yang saya buat cepat habisnya.

Kartu pos ini saya simpan lagi di sebuah buku tebal bersama kartu pos-kartu pos lainnya. Bukunya saya simpan bersama dengan buku-buku koleksi saya.

Masih di malam Bulan Ramadhan, selesai membaca ceritanya tak lupa sepenggal doa saya kirimkan kepada semua teman-teman saya yang sedang merantau di tanah orang. Entah mencari ilmu ataupun sedang mencari rezeki. Semoga selalu dalam lindunganNya.

Kututup cerita ini dengan menghabiskan sisa kopi dalam cangkir kecil yang menemani saya. Saya ingin menunjukkan bahwa yang membuat kopi itu saya, pun yang bertanggung jawab menghabiskannya juga saya. Sekian.

Kopi dan Surat-Suratmu

kopi dan surat

Langit mengisyaratkan kedamaian. Awan-awan menggantung bak buah-buahan yang siap jatuh ke tanah. Matahari tersembunyi entah di mana letaknya. Suasana begitu tenang untuk secangkir kopi dan sedikit gula di pagi hari menjelang siang.
Aku tahu sekali seharusnya di jam-jam saat ini matahari sudah tampak. Cahaya seharusnya tersebar merata di seantero penglihatanku. Hangat seharusnya sudah mulai menyengat kulitku yang coklat ini. Memang begitu seharusnya suasana di jam-jam seperti ini.

Tapi ini berbeda. Suasana begitu sendu tapi tak menyedihkan. Suasana terasa nyaman di hati. Meskipun udara tak sehangat biasanya tapi ini sungguh hangat bagi yang menghirup napas dalam-dalam di teras rumah ditemani dengan secangkir kopi.

Kopi yang kubuat ini bukan kopi sembarangan. Ada sejarahnya ketika ia sampai di tanganku dan kuseduh hampir setiap hari sambil menikmatinya di pagi ataupun senja hari. Kopi ini mempunyai seribu tafsir bagiku. Ketika mulai mengambilnya dengan sendok, mencampurnya dengan sedikit gula, menuanginya dengan air panas, mengaduknya, mencium aromanya, dan menyeruputnya, semua melahirkan tafsiran-tafsiran kerinduan. Entah kerinduan pada siapa dan untuk apa.

Sambil menikmati kopi ini aku membaca ulang surat-suratmu. Surat yang telah kau kirimkan berbentuk elektronik berhari-hari yang lalu. Aku membacanya dari awal. Satu per satu aku selesaikan suratmu dengan senyum dibbibirku. “Tak menyangka sudah sebanyak ini suratmu berada di kotak masukku”. Pada surat terakhir yang kau kirmkan, kau bercerita banyak hal tentang kegiatanmu akhir-akhir ini. Bahkan kau menyampaikan pula kegelisahan-kegelisahan yang kau alami. Tak lupa kau tutup dengan kalimat yang intinya kau ingin mengetahui kabarku terakhir dan apa saja kegiatanku. Ah itu selalu membuatku risau untuk bercerita banyak tentang diriku.
Surat-suratmu selalu segar untuk dibaca. Bahkan berkali-kali pun masih enak untuk dicerna dan melahirkan senyumsenyum kecil.

Kopi kembali kunikmati di bawah langit yang tak bisa diprediksi ini. Sebenarnya aku menanti langit di atas rumahku ini menurunkan hujan. Membasahi dedaunan dan jalan-jalan menjadi bersih. Dengan begitu kopi ini kenikmatannya akan bertambah seiring dingin yang nantinya menyerang tubuh ini.

Terakhir suratmu masuk di alamat emailku dua minggu kemarin. Bertepatan dengan Hari Sabtu. Pagi hari. Saat itu aku sedang membereskan kewajibanku. Aku masih ingat betul.

Tidak seperti bulan-bulan yang telah lewat, ketika kau mengirmkan surat pastinya seminggu kemudian aku akan membalasnya dengan cerita yang panjang. Cerita yang mungkin tidak penting, bahkan tidak layak untuk diceritakan. Tapi hanya itulah cerita yang aku punya. Rutin aku membalas surat-suratmu. Ya, meski kau pun kadang membalasnya sampai sebulan kemudian, tapi itu sungguh menyenangkan untuk dilakukan.

Tapi untuk saat ini aku belum bisa membalas suratmu itu. Aku masih ingin menikmati kegelisahanku dan menahan dulu cerita-cerita yang ingin aku sampaikan padamu. Itu mungkin membuatmu menunggu begitu lama. Atau mungkin kau tak peduli lagi dengan surat-surat kita. Atau kau lupa akan surat balasanku atas kesibukanmu di sana. Entahlah. Itu urusanmu tapi aku berterimakasih jikalau kau masih sempat-sempatnya menunggu balasanku.

Atau begini saja. Akan aku nikmati dulu suasana di teras rumahku ini, dengan secangkir kopi, dan surat-suratmu, dan pikiran-pikiran risau untuk membalas suratmu, sedang kau di sana sibuklah dengan kegiatan-kegiatanmu, yang kata suratmu, membuat berbagai macam kue, membaca buku, menonton film, dan sekali-kali nantinya kau boleh merindukan balasan atas suratmu.

Oh iya, apa aku tidak usah membalas suratmu.

Bukankah minggu depan kau datang ke kotaku, ingin berbagi cerita, ingin meluapkan rindu, yang terpenting ingin berpamitan untuk waktu yang lama?

Oh oke, pada saat itu saja akan aku balas surat-suratmu dengan ocehan ria yang bersahabat.

MENULIS ITU UNTUK HIDUP SELAMA-LAMA-LAMANYA

tulis

Segala sesuatu yang hidup di atas muka Bumi ini bisa dipastikan akan mengalami yang namanya mati. Semuanya tanpa terkecuali. Tapi perihal kapan dan bagaimana proses mati itu sendiri sungguh tidak ada yang tahu. Satu orang pun.

Saya, Anda, kucing, kambing, sapi, ayam, semuanya pasti akan bertemu yang namanya kematian. Sebuah jalan kepastian yang tidak bisa dihindari, tidak bisa dipercepat, pun tidak bisa diperlambat. Kematian adalah kepastian.

Tapi yang tak bisa dimengerti adalah mengapa ada kesedihan di sana. Mengapa ada air mata. Mengapa ada ratap tangis dan kehilangan di sana. Mengapa ada satu rasa yang ganjil, satu rasa yang hilang. Bukankah kematian suatu kewajaran. Suatu hal yang memang lumrah untuk diterima. Karena pada hakikatnya semua yang hidup akan menjumpai apa yang namanya kematian.

Ternyata oh ternyata, ada satu rasa yang mendasari kenapa beberapa orang merasa sangat kehilangan. Merasa sangat bersedih. Merasa hari-hari kedepannya akan terasa sangat-sangat kurang.

Rasa itu adalah rasa cinta. Rasa yang melahirkan kasih sayang. Rasa yang menumbuhkan rindu. Rasa yang bisa meminimalisir kegelisahan. Rasa itulah yang akan mencuat muncul, bergelora, dan terbakar hebat jika  disandingkan dengan kematian. Karena kematian berarti perpisahan. Berpisah untuk waktu yang lama. Lama sekali.

Begitulah alur keluarnya air mata dan ratap sedih apabila mendengar kabar sebuah kematian. Ada kasih sayang di sana dan ada rasa kehilangan yang dalam.

————————–

Sebagai salah seorang yang pernah bertukar sapa dengan Mas Shiq (Muhammad Liudin), meski di dunia maya, saya cukup kaget dan tidak percaya ketika membaca kabar bahwa Mas Shiq sudah berpulang mendahului kita semua. Beliau adalah kawan saya di dunia kepenulisan WordPress ini. Beliau sering nangkring di kolom komentar tulisan saya. Beberapa tulisan malah saling sapa sok akrab. Padahal belum pernah bersua sama sekali.

Dari seringya Beliau komen duluan, maka tak jarang juga saya blogwalking ke situs Beliau yang sangat-sangat popular itu. Situs yang menyimpan banyak tulisan bermanfaat. Sebuah museum kehidupan dan catatan kesehariannya. Di situlah kadang saya ikut-ikutan nimbrung dan komen sekenannya. Tapi saya kira lebih banyak membaca saja dan tidak ikut mengeluarkan pendapat. Beberapa tulisan memang saya paham dan saya butuhkan, tetapi banyak juga tulisan Beliau yang sulit dipahami dan hanya saya skimming saja.

Begitu menginspirasi bagi saya. Sosok Mas Shiq adalah contoh tauladan untuk terus menulis dan bercerita bagi saya. Beliau punya penyakit Skizofrenia, suatu penyakit yang awalnya ditandai dengan gangguan  proses berfikir dan tanggapan emosi yang lemah. Keadaan inilah yang kadang memunculkan halusinasi dan paranoid pada Beliau.

Tapi Beliau memilih untuk melawannya. Salah satunya dengan cara menulis. Menulis apa saja. Bahkan Beliau juga sudah membuat beberapa e-book yang dibagikan gratis perihal metode dan cara agar ngeblog jadi asyik khususnya untuk pemula.

Lha iya, begitu gigihnya Beliau dalam berjuang untuk kesembuhannya, setiap hari adalah hari baru dan kesempatan untuk hidup lebih lama lagi, makanya Beliau selalu mencoba untuk berbagi kebaikan dan manfaat untuk sesama. Beliau tidak menyerah pada penyakitnya.

Beliau optimis untuk bisa sembuh dan bisa menjalani hari-harinya seperti orang-orang kebanyakan. Bisa jalan-jalan. Bisa makan apa saja. Bisa minum apa saja. Bisa tidur seenaknya. Tanpa memerdulikan jam-jam yang di sana ada namanya jadwal minum obat. Jam-jam yang membosankan bagi Beliau (katanya). Waktu yang sungguh membuat Beliau tidak keren.

Kegigihannya inilah yang menyadarkan saya bahwa keterbatasan tidak menghalangi untuk selalu berbagi. Selalu berusaha. Selalu punya harapan dan impian. Punya cita-cita. Kegigihan Beliau seolah cambukan bagi saya, bagi pribadi saya sendiri, untuk tidak menyerah pada keadaan dan keterbatasan.

Terakhir, saya mengucapkan selamat jalan Mas Shiq. Selamat bersenang-senang dengan impianmu yang abadi. Sungguh, saya kira di sana sudah tidak ada lagi dokter, sudah tidak ada lagi obat-obatan, Engkau sudah tidak punya kewajiban untuk membeli buah-buahan di pasar ataupun melayani pembeli lagi. Impianmu telah tercapai, Engkau telah lulus dalam semua ujian di dunia ini. Selamat istirahat. Selamat bersua dengan Kekasihmu. Selamat bercumbu ria dengan Tuhanmu.

Terimakasih telah berbagi pengalaman dan kisah-kisah yang menguatkan. Tulisanmu akan abadi. Hasil karyamu akan mengharumkan namamu. Pengalamanmu akan menjadi semangat bagi beberapa orang di luar sana. Kisah-kisahmu akan menguatkan hari-hari mereka. Sekali lagi terimakasih.

Salam dari saya, kangsole.

 

Satu Tempat untuk Merindu

Gambar-Bunga-Teratai-Yang-Kuncup

Sebut satu tempat yang membuatmu rindu.

Rindu apa saja.

Boleh tawanya, senyumnya, judesnya, atau bahkan marahnya.

Tempat yang jika diucapkan membuatmu melayang. Menerawang kenangan-kenangan masa lalu.

Membuatmu mengerti bahwa kamu pernah dimabuk asmara oleh manisnya sebuah percakapan.

Percakapan ringan dan bahkan sepele sekaligus tak penting.

Satu tempat apabila disebutkan kau seolah-olah bagian darinya.

Bagian dari kotamu.

Kota yang lain di hatimu.

Pernahkah kau merindu hanya pada sebuah kata tempat. Sama sekali tidak ingin mengunjunginya lagi. Atau ingin mengunjunginya lagi. Tidak masuk dalam daftar tujuanmu mengelana. Hanya sebatas rindu. Rindu yang dalam.

Karena di tempat itu ada satu nama yang entah kenapa Tuhan selalu membuat jiwa bergetar. Hati menggigil. Pikiran terhenti sejenak. Dan seketika lidah menjadi kelu.

Satu nama yang pernah megah di hatimu. Satu nama yang pernah menyirami malam-malam sunyimu. Satu nama yang pernah mengisi slot kosong dalam doa sujudmu. Satu nama yang jika kau bangun dari tidurmu kau tersenyum. Ohhh jangan kau gila hanya gara-gara satu nama. Sadarlah kawan.

Jika kau pernah. Pernah. Pernah mengalaminya. Maka kau telah menikmati salah satu keajaiban Tuhan dalam hati. Jaga tempat itu dalam doa dan hatimu.

#ALFY: Warna-warni Pelangi di Matamu

Untuk melatiku,

Saat tetesan hujan menepi di daun-daun melati, Saat pelangi nampak di lereng perbukitan, Dan ketika ribuan bintang menari di malam-malamku, Aku ingat saat-saat berjalan dan tertawa bersamamu, Berdua dengan berbagi rasa dan cerita.

Bersama ini izinkanlah aku mengutarakan cinta yang diwariskan Tuhan atas anak Adam untuk melatiku, Sang bunga dalam taman jiwaku.

Kehidupanku karenamu lebih berwarna dari pelangi-pelangi di langit biru. Senyummu adalah penawar rindu paling mujarab untuk kesakitan hatiku. Setiap sajak dan puisi yang pernah kugubah, seolah tak pernah bermakna jika tanpamu. Syair-syair Tuhan lebih indah jika hanya tertuju padamu.

Dan pada akhirnya Aku adalah orang yang paling beruntung. Seorang pria yang telah menemukan belahan hati. Yang bisa merasakan indahnya cinta dan pengorbanan. Berlayar di samudra kehidupan untuk mereguk rindu dan kasih bersamamu.

Hujan,

Saya Mengumpat Ketika Membaca Novel Paling Menjengkelkan Ini

Ronggeng_or_dancing_girl1817
credit: oheunchadiary.blogspot.co.id

Hari di mana saya merasa ling-lung. Banyak pikiran dan imajinasi yang memenuhi kepala saya. Hari itu adalah hari saat saya menyelesaikan sebuah trilogi novel karangan Ahmad Tohari.

Adalah Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dinihari, dan Jentera Bianglala yang memberikan nuansa gelap dalam hayalan saya. Ada rasa mengganjal dalam perasaan saya. Emosi saya sepenuhnya telah diacak-acak oleh pengarangnya.

Dulu, sempat saya mengumpat ‘uasu’ pada jalan cerita dan kepribadian-kepribadian yang dimiliki tokoh-tokohnya. Saat itu saya membenci semua tokoh dalam cerita tersebut. Memang saya belum selesai membacanya, tetapi apa boleh buat, mengumpat seperti itu saya merasa benar dan itu hal yang wajar.

Dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, umpatan cabul dan menggemaskan serta sedikit menggelitik banyak sekali dijumpai. Tak heran jika setelah membaca novel ini, saya sedikit-banyak fasih mengucapkan umpatan tersebut yang dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan misuh.

Baca juga :
Book Review: Kisah Pelacur Pujaan yang Hidup Lagi Setelah Mati Selama 21 Tahun
Book Review: Ketika Cinta Berbuah Penderitaan

Saya ingat betul, hari di mana saya menyelesaikan novel ini adalah di Hari Sabtu yang sedikit mendung. Seminggu sudah saya menekuri kata dan kalimat yang dirangkai oleh Ahmad Tohari itu.

Pagi sebelum melakukan aktivitas saya sempatkan sepuluh halaman. Menjelang maghrib, ini waktu yang paling asyik sambil nongkrong gak jelas di beranda, saya paksa untuk lebih banyak lagi membaca halaman demi halaman. Menjelang tidur –setelah main kartu, adalah waktu paling afdhol untuk meneruskan membaca sambil glimbang-glimbung menunggu kantuk.

Hari yang mendung selalu membawa suasana yang istimewa. Rasa malas kadang lebih mendominasi diri disbanding rasa ingin melakukan sesuatu yang bermanfaat. Tapi Hari Sabtu kemarin, Ronggeng Dukuh Paruk telah memberi daya magis yang bisa memikat mata dan angan untuk sinkron menjelajah suatu dukuh dalam imajinasi yang bernama Dukuh Paruk.

Saya kenal akrab dengan Srintil, seorang ronggeng yang ayu jelita, molek tubuhnya, montok dadanya, dan putih kulitnya. Meskipun saya tidak secara langsung menonton pertunjukan ronggengnya, liuk tariannya dan juga tatapan cabulnya seakan tervisualisasi secara gamblang oleh barisan kata-kata yang tercetak rapi di kertas kuning Buku Ronggeng Dukuh Paruk itu.

Saya juga mengenal Rasus. Dia seorang bocah cilik yang hatinya remuk redam setelah Dukuh Paruk melenyapkan ibunya dan merenggut Srintil dari hatinya. Hidupnya serba susah. Menginjak dewasa, keberuntungan menghampirinya. Dan pada akhirnya, dialah satu-satunya pahlawan yang mengharumkan kembali nama Dukuh Paruk di hati para saudara-saudaranya.

Semangat saya bergejolak saat sampai di cerita ini, entah mengapa ada sedikit warna hijau di kegelapan yang terbentang. Ada sesuatu yang dibanggakan dalam wilayah kecil dan terpelosoknya Dukuh Paruk. Ingin rasanya berjabat tangan dan memeluk Rasus untuk kehidupan masa kecilnya dan kehidupan masa depannya.

Menjelang malam. Tepatnya malam Minggu. Saya ada kesempatan untuk plesiran bersama kawan-kawan ke KM 0 Yogyakarta. Malam itu ramai sekali karena bertepatan dengan digelarnya konser salah satu artis ibukota.

Di usia yang sebesar ini saya kadang merasa resah jika malam-malam keluyuran gak jelas. Sekedar jalan. Mencari suasana baru. Apalagi malam itu adalah malam yang krusial bagi pasangan muda-mudi. Malam yang dipenuhi fans-fans salah satu artis ibu kota. Malam yang sudah memasuki ajaran baru, yang berarti puluhan ribu mahasiswa baru sudah berada di Yogyakarta. Malam yang kebetulan kami-kami tidak ada kegiatan dan mencoba mencairkan isi kepala.

Seperti kebanyakan pembaca, setelah menghabiskan satu cerita novel, selalu terasa tokoh-tokohnya serta alur ceritanya kebawa dalam dunia nyata. Pun malam itu, seakan Srintil ikut serta dalam meramaikan 0 KM Jogja. Keberadaannya mungkin membuat kesibukan tersendiri untuk dinikmati.

Dalam kisah yang dituliskan Ahmad Tohari sosok Srintil menggambarkan kecantikan alami, keserasian kehidupan cabul di Dukuh Paruk, serta kenggunan ragawi yang menggetarkan alam bawah sadar. Dalam kisah tersebut hanya Srintil yang dilukiskan seperti sepetak ilalang semi dalam hamparan gurun yang tak berkaktus.

Rambutnya hitam panjang sepinggang. Saat meliuk dalam tarian ronggeng, ia tampakkan leher jenjangnya. Ia obral kuning langsat kulit lehernya. Rambut yang indah itu disanggulnya tinggi-tinggi untuk mengatakan bahwa, hanya dialah yang pantas untuk dinikmati kala ronggeng manggung.

Tepat mendekati tengah malam yang masih dipadati banyak pengunjung saya hanya membayangkan, ‘adakah sosok Srintil di sini?’ pertanyaannya memang konyol. Tapi juga tak salah jika dikaji dari segi psikologis seorang yang habis terbakar emosi oleh Novel Ronggeng Dukuh Paruk.

Jangkrik’. Ternyata ada.

Entah bagaimana bisa ketemu, dimungkinkan hanyalah kelanturan pribadi saya. Di sini, di Jogja, perihal cantik untuk menggantikan kecantikan Srintil, si peronggeng, cukup buanyak. Buanyak banget.

Tapi malam itu ada satu sosok yang menyanggul rambutnya seperti bayangan saya ketika Srintil menampilkan jenjang lehernya untuk menantang penonton ronggeng. Sosok tersebut menghanyutkan pandangan saya. Meskipun tidak menari, tetapi terasa sekali bahwa saya berdiri di sini adalah sebagai penonton setianya. Hampir saja saya mengejarnya dan sekedar menepuk pundaknya, “Mbak boleh kenalan?”

 

Book Review: Gadis Berbunga Kamelia by Alexandre Dumas JR | Ketika Cinta Berbuah Penderitaan

IMG_20170604_230631

Title: Gadis Berbunga Kamelia: Roman Klasik yang Menyentuh
Author: Alexandre Dumas JR
Translator: Rika Iffati
Publisher: Bentang Pustaka
Published: 2009
Page: 319 p
ISBN: 978-979-1227-47-6
Detail: Goodreads

Sudah dua buku yang saya baca mengenai pelacur –termasuk novel ini. Kesemuanya novel. Satunya yaitu bukunya Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka.

Wanita penghibur mendapat jatah tersendiri dalam strata sosial kehidupan bermasyarakat. Mereka juga mempunyai prinsip-prinsip yang apabila ditabrakkan dengan prinsip manusia kebanyakan akan bertolak belakang. Prinsip mereka misterius, mungkin yang paham hanyalah mereka dan Tuhan mereka.

Saya mendapatkan buku ini di salah satu perpustakaan terbesar di Yogyakarta. Sebenarnya saya pinjamnya seminggu sebelum Ramadhan, tetapi baru kelar seminggu setelah Ramadhan.

Penjabaran cerita dalam buku ini tidak seterbuka Cantik Itu Luka. Ceritanya lebih menuju ke romantika sebuah hubungan. Jadi, tidak ada salahnya jika menjadikan list untuk diselesaikan di Bulan Ramadhan.

REVIEW

Gadis berbunga Kamelia atau lebih akrab dipanggil Madam Marguerite adalah seorang wanita penghibur terkenal di Paris yang meninggal sekitar tahun 1847 M. Hampir setiap pria yang tinggal di Paris akan mengenalnya karena kecantikan dan keanggunannya. Marguerite meliliki pesona tersendiri dibandingkan wanita penghibur lainnya. Dia tidak semanja wanita penghibur lainnya.

Pada saat menghadiri pesta atau pada saat menonton teater, kebanyakan teman-temannya hampir selalu menggandeng pria untuk dipamerkan, tapi, tidak dengan Marguerite. Dia biasa berjalan sendiri. Menghadiri pesta sendiri. Menonton teater sendiri. Dia tidak peduli, ada atau tidaknya lelaki yang bersamanya. Dia menganggap sama saja.

Seperti wanita-wanita penghibur lainnya, bagi mereka tidak ada cinta sejati dalam hidup. Cinta hanyalah hasrat sementara yang kudu dipuaskan. Bagi mereka cinta kaum lelaki tidak pernah utuh bahkan mereka menganggap cinta lelaki hanyalah rayuan belaka untuk mendapatkan satu malam bercinta atau lebih bersamanya.

Kehidupan wanita penghibur di Paris sangatlah mahal termasuk kehidupan Marguerite yang sebulan bisa menghabiskan uang tujuh ribu france. Tetapi, itu tidak masalah baginya karena sumber uangnya sangat setia dan selalu memenuhi kebutuhannya.

Adalah Armand Duval, seorang lelaki yang membuat Marguerite kembali ke kesucian yang ia yakini. Lelaki yang membawanya dalam kebahagiaan dan menyeretnya pada kesengsaraan cinta. Armand menjadi madu sekaligus duri dalam akhir kehidupan Marguerite.

Dalam awal-awal pertemuan, Armand adalah pemuda yang membawa cinta suci untuk Marguerite. Pemuda kampung yang jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang wanita penghibur.

Ketika Marguerite jatuh sakit, Armandlah yang menanyakan keadaan Marguerite setiap harinya selama satu bulan penuh tanpa meninggalkan identitas. Ini adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang yang belum kenalan satu sama lain tetapi dalam hati salah satunya sudah tumbuh benih-benih cinta.

Dan setelah takdir menemukan mereka pada pertemuan pertama, Armand langsung mengungkapakan cintanya.

“Dengar, Marguerite, entah pengaruh apa yang telah engkau tanamkan kepada kehidupanku, tetapi saat ini, tak satu wanita pun, bahkan saudara perempuanku, yang membuatku merasakan ketertarikan yang saat ini kurasakan untukmu. Sudah seperti ini keadaannya sejak pertama kali aku melihatmu. Nah, demi Tuhan, jaga kesehatanmu. Jangan menjalani kehidupan seperti yang kau lakukan saat ini.” (Hal 105).

Meskipun Marguerite berkali-kali mendapatkan pernyataan cinta dari para pria, tetapi, Marguerite tahu betul cinta mana yang tulus dan gombal. Pemuda itu berkata dengan sungguh-sungguh karena disertai tetesan airmata kepedulian akan kesehatan Marguerite.

Menjadi kekasih seorang wanita penghibur tidaklah mudah sekaligus tidak murah. Marguerite tidak mau menjadikan Armand bangkrut dalam sekejap karena berusaha mencintainya. Dan apa yang dikatakan Armand, setelah Marguerite menyarankan untuk menjadikan hubungannya sebatas pertemanan saja?

“Sejak aku melihatmu, entah mengapa, kau telah menduduki suatu tempat dalam hidupku. Jika aku mencoba mengenyahkan pikiran tentangmu dari benakku, pikiran itu selalu kembali lagi. Ketika aku berjumpa denganmu hari ini, setelah tak melihatmu selama dua tahun, kau meninggalkan kesan yang lebih dalam di hati dan pikiranku ketimbang sebelumnya karena sekarang kau telah mengizinkanku datang mengunjungimu, karena aku telah mengenalmu, karena aku telah mengetahui segala keanehan dalam dirimu. Kau telah menjadi kebutuhan hidupku dan kau akan membuatku gila, bukan saja kalau kau tak mencintaiku, tetapi juga kalau kau tak memperbolehkanku mencintaimu.” (Hal 109).

Tetapi, bagaimana pun, pada akhirnya Marguerite menerima cintanya Armand. Cinta yang tulus itu juga disambut dengan cinta yang murni oleh Marguerite. Bagi Marguerite, cinta dari Armand adalah cinta yang ia nanti-nantikan. Cinta yang dapat menghapus segala masa lalunya dan menyambut kebahagiaan-kebahagiaan selanjutnya.

Mereka saling mencintai. Sangat saling mencintai. Hingga pada suatu waktu Marguerite meminta kepada Duke –orang tua yang menganggapnya anak, untuk membelikan rumah kecil di Bougival –pedesaaan di Paris. Dalihnya untuk beristirahat dan menikmati pedesaan supaya penyakit TBC yang ia derita segera sembuh.

Tetapi, itu hanyalah sebuah dalih semata. Ujungnya, rumah itu digunakan Marguerite dan Armand untuk menikmati kebersamaan dan kebahagiaan.

Saking cintanya, Marguerite tidak pernah meminta apapun dari Armand. Apapun. Malahan semua yang dimiliki Marguerite –perhiasan, kereta, gaun semuanya dijual dan digadaikan untuk memenuhi kebutuhan dan melunasi hutang-hutangnya.

Jalan cinta tidak selalu mulus. Ada selalu rintangan dan halangan untuk menguji sebuah hubungan. Pun hubungan asmara antara Marguerite dan Armand Duval.

Masalah datang ketika Ayah Armand tidak menyetujui hubungan mereka. Ayah Armand menganggap bahwa hubungan mereka hanyalah cinta sesaat dan akan merusak masa depan Armand yang masih panjang. Madam Marguerite dianggap masih seperti dulu yang bisa membuat bangkrut siapa saja yang menjadi kekasihnya, termasuk Armand.

Maka dari itu dengan permohonan dan intervensi yang menyentuh dari Ayah Armand, akhirnya Marguerite pun memilih keputusan yang sangat ia benci. Ia harus memutus hubungan dengan Armand bagaimana pun caranya. Tentu saja demi kebahagiaan keluarga besar Armand Duval dan demi berlangsungnya pernikahan adik perempuan Armand Duval.

Dengan tangisan dan rintihan sakitnya perpisahan, akhirnya meluncurlah surat yang ditulis Marguerite untuk Armand.

“Saat kau membaca surat ini, Armand, Aku sudah menjadi wanita simpanan lelaki lain. Hubungan kita sudah usai.
Kembalilah kepada ayahmu, Kawanku, serta kepada saudarimu. Dan, di sana, di sisi gadis muda yang masih suci itu, yang tak mengetahui segala penderitaan kita, kau akan segera melupakan apa yang akan membuatmu menderita gara-gara makhluk penuh dosa bernama Marguerite Gautier, yang pernah kau cintai sesaat dan berutang kepadamu atas satu-satunya saat membahagiakan dalam hidupnya yang, dia berharap, tak akan lama lagi sekarang.” (Hal. 257).

Mereka putus selama-lamanya.

CLOSING

Dalam novel ini, bagian yang sangat-sangat saya benci adalah surat Marguerite kepada Armad. Surat itu mengubah segala-galanya.

Armand yang dulunya sangat mencintai Marguerite, karena darah mudanya, darah balas dendam kepada kekasih yang memutuskannya, tanpa tahu sebab-sebabnya, membuat hari-hari Marguerite semakin sakit dan sakit.

Menjelang ajalnya, karena TBC yang semakin parah, Marguerite tidak berdaya. Raganya rusak oleh penyakit, sedang jiwanya telah hancur karena cinta yang tak bisa ia perjuangkan. Saat-saat seperti ini, semua telah melupakannya, kekasih-kekasihnya dulu, teman-temannya, kecuali adik perempuannya dan pembantunya yang setia di sisinya, merawatnya hingga ajal menjemput.

Sebelum maut memeluknya, ia tuliskan beberapa surat yang berisikan penjelasan-penjelasan, mengapa ia dengan sepihak memutuskan Armand. Surat-surat itu berisi kepedihan dan rasa rindu yang sangat mendalam pada Armand, kekasihnya yang pernah membuatnya bahagia dulu. Surat-surat Marguerite kepada Armand memenuhi dua bab terakhir dalam novel ini yang mungkin membuat pembaca baper.

Impian yang Marguerite inginkan yaitu menemui ajal dalam genggaman tangan kekasihnya, dalam pelukan cinta sejati, pada akhirnya hanya sebuah impian. Marguerite menemui ajalnya di kamar tidurnya, dalam kesepian, meninggalkan surat-surat dan kisah cinta yang memilukan.

Ia merelakan kebahagiaannya demi kehidupan kekasihnya –Armand, yang lebih baik. Ia rela menderita demi gadis suci yang akan melangsungkan pernikahannya. Ia rela mengorbankan jiwanya untuk sesuatu yang tak bisa ia nikmati. Ia hanya bisa mengucap nama Armand di penghujung ajalnya untuk mengantarkannya ke kehidupan abadi.

Novel ini membawa kesedihan yang cukup mengena bagi pembacanya. Bagi saya, roman Laila Majnun ataupun Romeo Juliet masih kalah sedih ceritanya dengan Gadis Berbunga Kamelia ini.

Terakhir, entah kisah ini kisah nyata atau tidak, Bunga Kamelia yang menjadi ikon Marguerite akan tetap bersemi di atas makamnya, sebab penyesalan yang mendalam dari Armand Duval, kekasihnya.