Dalam jiwa semesta, ada puisi yang menggambarkan keagungan penciptaan. Dalam jiwa pecinta, ada puisi untuk menghidupkan segala rusuk dan sendi. Dalam bayang-bayang rindu, ada puisi untuk menggambarkan kesedihan jiwa dan kepiluan perasaan. Ada puisi untuk setiap hal yang indah juga sengsara.
Ketika aku berjalan di antara puing-puing rindu dan kesedihan, kadang aku lupa akan keanggunan puisi. Sebuah kemegahan kata dan sajak yang menciptakan kalori-kalori kehidupan. Hingga aliran darah berpacu dengan tarikan nafas, semua karena puisi yang dicipta untuk mencipta bayang-bayang halusinasi.
Kapan kau menerima sebuah puisi? Puisi yang merayumu dan membuatmu melayang sampai ke titik surga paling tinggi. Lebih realistis dari semua hayalan yang pernah kau bayangkan ketika hujan turun dan malam datang.
Maka, aku akan merangkaikan kata-kata semesta, meraciknya dalam huruf-huruf yang dikirimkan malaikat-malaikat langit. Hingga membuatmu limbung bersama angin-angin pantai yang merindukan. Mengantarmu ke rumput-rumput hijau di antara lembah-lembah keabadian.
Dalam kata yang tak sempat tertulis oleh pena. Dalam kata yang tak pernah terucap oleh hati. Semesta akan berdiri di sampingmu, membelaimu, membisikkan doa-doa cinta layaknya orang tercinta membacakan puisi untuk orang terkasih.
Dan pada waktu yang mengabarkan senja telah tiba, aku akan duduk di sampingmu. Menggenggam janji-janji suci yang telah tertulis di angan dan cita para pecinta. Aku sungguh akan meletakkan keanggunanmu dalam setiap kata yang aku gubah dalam rindu dan penantian. Dan kemudian, aku yang limbung bersama angin-angin pantai itu. Berucap, bahwa seindah apapun senja, tetap lebih indah jika ada kau untuk menikmatinya.
Dalam jiwa semesta, puisi adalah kabar terindah untuk jiwa-jiwa yang sepi. Dalam jiwa pecinta, puisi adalah hal terindah yang menggambarkan keanggunan kekasih. Dalam jiwa puisi, kekasih adalah pusat semesta yang menari dalam angan-angan kerinduan.